PROSES KAWIN CULIK ADAT SASAK YANG UNIK DAN MENARIK

Pulau Lombok yang dikenal dengan sebutan Gumi Sasak dan dikenal juga dengan julukan Pulau Seribu Masjid, didiami oleh mayoritas suku Sasak yang dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya kerap berbicara menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa daerah.

Seperti halnya suku-suku lain di Indonesia, suku Sasak juga memiliki ragam adat istiadat yang dijunjung tinggi hingga saat ini dan terus dilestarikan. Salah satunya adalah kebiasaan mencuri perempuan sebelum dinikahi (merariq).

Budaya ini tentu saja sangat berbeda dengan kebanyakan adat di suku-suku lain di Indonesia, yang rata-rata akan mendatangi orang tua atau wali si wanita apabila ingin melamar.

1.       Adat kawin culik (merariq) di Lombok

Tidak ada yang tahu bagaimana awal mula terjadinya kawin lari atau kawin culik yang hingga saat ini masih kita temukan pada masyarakat Lombok.

Menurut cerita rakyat, awal mula kawin culik konon dilatarbelakangi oleh sayembara raja yang memiliki seorang putri cantik. Kecantikan puteri raja tersebut membuat banyak laki-laki tertarik untuk meminangnya.

Sang Raja pun kemudian mengadakan sayembara. Barang siapa yang bisa menculik putrinya, dialah yang akan dinikahkan dengan Sang putri. Sang putri itu sendiri ditempatkan di sebuah kamar yang dijaga dengan ketat oleh para prajurit.

Tradisi menculik atau mencuri seorang gadis ataupun janda sebagai bentuk lamaran di Lombok tetap memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi. Proses pencurian sendiri biasanya hanya dapat terjadi dan sukses apabila kedua pemuda dan pemudi memiliki rasa saling suka satu sama lain.

Mencuri seorang gadis untuk dinikahi terkadang juga bisa gagal. Misal, karena gadis yang dicuri ternyata diambil oleh saingan.

Jadi, pada dasarnya, pencurian gadis untuk dinikahi yang dilakukan oleh sebagian besar pria Lombok dilaksanakan atas dasar suka sama suka atau tanpa paksaan. Umumnya, sebelum proses pencurian terjadi, sepasang kekasih tersebut sudah terlebih dahulu merencanakan kapan waktunya. Tentunya, tanpa sepengetahuan orang tua dari pihak wanita.

Bagi masyarakat Lombok, mencuri anak gadis yang disukai untuk dinikahi dianggap lebih jantan dan lebih menghormati keluarga si wanita, dibandingkan apabila dilamar seperti pada umumnya. Begitu juga dengan pihak keluarga si wanita, mereka umumnya merasa lebih terhormat dan lebih suka apabila anak gadisnya dicuri daripada dilamar seperti umumnya kebiasaan yang jamak kita kenal.

Setelah waktu dan tanggal ditentukan atau disepakati, sang wanita akan dibawa ke rumah calon mempelai pria atau ke rumah keluarga dekat dari calon mempelai pria. Pencurian anak gadis untuk dijadikan istri harus berlangsung setidaknya 1 x 24 jam atau 2 x 24 jam.

Bagi masyarakat Lombok, jika anak gadis mereka tidak pulang dalam waktu 1 x 24 jam atau lebih, biasanya mereka sudah tahu jika anak gadis mereka yang sudah cukup umur atau siap menikah (kemungkinan besar) sedang dicuri.

Setelah menyadari hal tersebut, biasanya orang tua si gadis akan mengabarkan hal tersebut kepada orang yang dituakan di kampung. Biasanya adalah kepala desa atau kepala dusun. Jika benar anak gadis mereka dicuri oleh pria yang disukainya, maka mereka pun biasanya hanya bisa pasrah pada pilihan anak gadis mereka. Mereka tidak bisa menolak dan harus siap untuk menikahkan anak gadisnya.

Mungkin karena itu juga lah, banyak pemuda Lombok yang lebih suka untuk mencuri gadis idaman mereka untuk dinikahi daripada melamar seperti pada umumnya. Pasalnya, apabila si wanita sudah dicuri dan sudah menginap antara 1-2 hari, maka wali atau orang tuanya tidak berhak untuk menolak (lamaran) atau membatalkan acara pernikahan.

Setelah masa 1-2 hari tersebut berlangsung, barulah akan dilangsungkan beberapa acara atau prosesi lainnya yang dimulai dari:

1)      Selabar

Setelah mencuri gadis yang ingin dinikahi berlangsung antara 1-2 hari, pihak pria biasanya akan mengirim utusan untuk mengabarkan pencurian tersebut kepada orang tua si gadis. Proses pemberitahuan atau proses pengabaran ini disebut selambar atau nyelabar oleh masyarakat setempat.

Proses selabar akan dilakukan oleh beberapa orang, yang terdiri atas teman maupun kerabat dari si pria. Tujuannya Selain sebagai saksi adalah untuk mempermudah proses nyelabar.

Prosesnya selabar sebenarnya sangat sederhana. Sekelompok pria (kerabat yang dihormati) yang terdiri atas beberapa orang (biasanya 5 orang) akan mendatangi rumah orang tua si perempuan dengan mengenakan baju adat.

Sebelum menuju ke rumah orang tua si perempuan, sekelompok nyelabar tersebut terlebih dahulu akan memohon izin kepada kepala desa atau kepala dusun setempat sebagai bentuk penghormatan. Setelah itu, barulah kelompok nyelabar ini akan mendatangi rumah orang tua si perempuan.

2)      Mesejati/Besejati

Setelah mengabarkan dan mendapat izin dari ketua adat atau kepala Dusun, barulah rombongan ini akan menuju ke rumah orang tua atau wali pihak wanita.

Namun, tidak seperti orang yang bertamu pada umumnya. Sesampainya di rumah si wanita, mereka tidak langsung memasuki rumah, melainkan akan duduk di beranda atau bagian luar rumah.

Setelah ditemui oleh wali si wanita, barulah utusan si pria akan mengabarkan tentang pencurian anak gadis mereka. Acara pengabaran ini dikenal dengan istilah Besejati.

3)      Bait Wali

Tahap ketiga dari proses merariq atau kawin culik pada adat Sasak adalah mengambil Wali atau dalam bahasa setempat disebut Bait Wali. Pada tahap ini, pembicaraan kedua belah pihak sudah memasuki proses pembicaraan mengenai jumlah mahar (uang pisuka), akad nikah, hingga persyaratan dan kelengkapan administrasi.

4)      Proses kawin culik akan di akhiri dengan acara adat yang disebut Bait janji

Ini adalah proses terakhir sebelum acara cara ijab kabul atau pernikahan dilangsungkan. Acara Bait janji ini biasanya berisi penyelesaian adat sorong serah atau yang lebih kita kenal dengan istilah seserahan.

Setelah beberapa proses tersebut dilalui, barulah akan dilangsungkan pernikahan atau ijab kabul layaknya pernikahan pada umumnya.

2.       Nyongkolan

Setelah kedua mempelai sah menjadi suami istri melalui proses pernikahan di bawah hukum Islam ataupun hukum negara (KUA), Beberapa hari kemudian, akan diadakan acara Nyongkolan.

Nyongkolan adalah kegiatan adat yang merupakan bagian dari rangkaian acara perkawinan atau pernikahan suku Sasak di Lombok.

Nyongkolan adalah kegiatan arak-arakan kedua mempelai yang diiringi oleh keluarga dan teman-teman mempelai pria yang kesemuanya akan mengenakan pakaian adat.

Rombongan ini biasanya akan disambut dan dihibur dengan menggunakan musik tradisional seperti Gendang Beleq (musik tradisional khas Lombok) atau Kecimol yang dikenal sebagai sajian musik khas Lombok yang lebih modern.

Nyongkolan ini tujuannya adalah untuk memperkenalkan mempelai pria beserta keluarganya kepada masyarakat di mana mempelai wanita berasal. Pada acara ini, pihak mempelai pria biasanya akan membawa sejumlah seserahan berupa hasil kebun seperti buah-buahan hingga makanan khas Lombok serta beberapa benda berharga.

Scroll to Top
WhatsApp chat